Jumat, 14 Oktober 2016

UANG SAKU 2 RIBU

UANG SAKU 2 RIBU

Pagi-pagi seorang ibu paruh baya sudah siap di depan kantor. Posturnya tinggi, badannya kelihatan berisi. Tampak dia pekerja keras. Dengan pakaian daster warna biru muda, tergopoh - gopoh menemui saya.
“Pak, maaf nggih saya nggak sopan. Pagi-pagi sudah datang ke sekolah,” ucapnya sebelum saya persilakan duduk. Sandal jepitnya di lepas di depan pintu kantor.
“Putu saya gak berani masuk, karena belum bisa membayar kaos olah raga Pak. Maaf ya Pak. Saya hanya tukang pijat,” ucapnya tegas. Taka da kesan inta belas kasih. “Ini saya hanya bawa uang duapuluh ribu Pak, untuk ngangsur. Maklum pijat agak sepi,” sambil mergoh dompet yang ada tulisan nama took, dikeluarkannya lembaran lima ribuan dua, duaribuan lima.
Saya berusaha tersenyum agar ibu berjilbab coklat itu tenang. Setelah saya silakan duduk, dia pun bercerita.
Anak perempuannya meninggal ketika melahirkan cucunya yang sekarang sudah kelas tujuh SMP itu . Dia meninggalkan 5 orang anak. Sedangkan menantunya hanya kuli batu.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari hari, dia menjajakan jasa pijat. Suaminya sakit sakitan. Tidak mampu bekerja lagi. Kalau [pijat sepi, dia kerja seadanya. Buruh mencuci pakain di tetangganya, atau bantu bersih-bersih rumah.
“ Apakah benar tadi nenekmu?” tanyaku pada Prita setelahibu yang mengaku neneknya tadi pulang.
“Bude Pak. Tapi saya memanggil nenek,” jawab siswa kelas tujuh. Badanya kurus. Wajahnya cantik meskipun tampak tak terawat.
“Kamu yang membiayai sekolah siapa?” tanyaku kemudian.
“Ya Bude Pak,”
“Bapakmu?”
“Bapak saya hanya kuli bangunan. Kalau dapat uang diberikan nenek untuk kebutuhan makan.”
Saya diam memperhatikan kepolosannya
“Kalau sekolah dikasih uang saku berapa?”
“Duaribu Pak?”
“Kamu sarapan dari rumah?” tanyaku makin penasaran
“Nggak Pak.”
“Sarapan di kantin?”
"Tidak Pak. Saya tidak biasa sarapan. Uang saku saya belikan es teh dan jajan,”
“Kamu tidak lapar?” tanyaku nyerocos tak percaya dengan jawaban anak itu.
“Sudah biasa Pak”.
Aku pun diam. Tak tahu ingin bertanya apalagi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar